Behavioral Approaches
1. Pendekatan Perilaku
Behavioral approaches merupakan pendekatan tingkah laku yang subjek masalahnya berfokus pada segala sesuatu yang dapat diamati secara langsung bukan pada proses mental seperti penalaran, perasaan dan motif-motif yang tidak dapat diamati secara langsung. Pendekatan perilaku ini lebih menekankan pada assosiative learning yaitu pembelajaran dalam membuat suatu asosiasi atau hubungan baru dari dua peristiwa yang berbeda.
Para ahli psikologi membedakan dua bentuk belajar asosiatif, yaitu :
a. Classical Conditioning
Classical conditioning pertama kali diperkenalkan oleh Ivan P. Pavlov (1849 – 1936). Classical conditioning merupakan sebentuk pembelajaran asosiatif dimana stimulus netral menjadi diasosiasikan dengan stimulus bermakna dan menimbulkan kemampuan untuk mengeluarkan respon yang serupa.
a. Classical Conditioning
Classical conditioning pertama kali diperkenalkan oleh Ivan P. Pavlov (1849 – 1936). Classical conditioning merupakan sebentuk pembelajaran asosiatif dimana stimulus netral menjadi diasosiasikan dengan stimulus bermakna dan menimbulkan kemampuan untuk mengeluarkan respon yang serupa.
4 kunci penting dalam memahami teori classical conditioning, yaitu :
1. Unconditioned Stimulus (US), stimulus yang secara alami dapat menimbulkan respon tertentu tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu
2. Unconditioned Response (UR), sebuah respon yang tidak dipelajari dan secara otomatis dihasilkan oleh unconditioned stimulus (US)
3. Conditioned Stimulus (CS), stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya menghasilkan conditioned response setelah diasosiasikan dengan unconditioned stimulus (US)
4. Conditioned Respon (CR), respon yang dipelajari, yakni respon terhadap stimulus yang terkondisikan yang muncul setelah terjadi unconditioned stimulus – conditioned stimulus (US – CS)
1. Unconditioned Stimulus (US), stimulus yang secara alami dapat menimbulkan respon tertentu tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu
2. Unconditioned Response (UR), sebuah respon yang tidak dipelajari dan secara otomatis dihasilkan oleh unconditioned stimulus (US)
3. Conditioned Stimulus (CS), stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya menghasilkan conditioned response setelah diasosiasikan dengan unconditioned stimulus (US)
4. Conditioned Respon (CR), respon yang dipelajari, yakni respon terhadap stimulus yang terkondisikan yang muncul setelah terjadi unconditioned stimulus – conditioned stimulus (US – CS)
Pengkondisian klasik juga melibatkan generalisasi, diskriminasi dan pelenyapan. Generalisasi adalah kecenderungan dari suatu stimulus yang baru yang sama dengan stimulus yang terkondisikan orisinal untuk menghasilkan respon yang serupa. Diskriminasi terjadi ketika organisme merespon pada stimuli tertentu, tetapi tidak pada stimuli lainnya. Pelenyapan adalah pelemahan conditioned response (CR) karena tidak ada unconditioned stimulus (US).
Contoh kasus :
Saya pernah mendaftarkan diri untuk menyanyi solo di acara natal yang akan diadakan di sekolah saya. Tetapi saya gagal dan dikritik. Hal itu membuat saya malu dan rendah diri pada suara saya sehingga akhirnya saya menghubungkan kegiatan menyanyi dengan rasa malu dan rendah diri.
Dari kasus diatas maka dapat diuraikan bahwa kesempatan menyanyi merupakan condiotioned stimulus (CS) karena kesempatan menyanyi menghasilkan conditioned response (CR) yaitu rasa malu dan rendah diri setelah diasosiasikan dengan kritikan (unconditioned stimulus). Sedangkan kegagalan disebut sebagai unconditioned response (UR) hasil dari unconditioned stimulus (US).
Saya pernah mendaftarkan diri untuk menyanyi solo di acara natal yang akan diadakan di sekolah saya. Tetapi saya gagal dan dikritik. Hal itu membuat saya malu dan rendah diri pada suara saya sehingga akhirnya saya menghubungkan kegiatan menyanyi dengan rasa malu dan rendah diri.
Dari kasus diatas maka dapat diuraikan bahwa kesempatan menyanyi merupakan condiotioned stimulus (CS) karena kesempatan menyanyi menghasilkan conditioned response (CR) yaitu rasa malu dan rendah diri setelah diasosiasikan dengan kritikan (unconditioned stimulus). Sedangkan kegagalan disebut sebagai unconditioned response (UR) hasil dari unconditioned stimulus (US).
b. Operant Conditioning
Operant conditioning adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam kemungkinan perilaku itu akan diulangi lagi. Operant conditioning diperkenalkan oleh B. F. Skinner yang pandangannya didasarkan pada pandangan E. L. Thorndike.
Dalam kondisi operan terdapat 3 cara mengubah perilaku seseorang dimasa depan untuk menghasilkan konsekuensi yang diinginkan dan tak diinginkan, yaitu :
1. Positive reinforcement (penguat positif), penguat yang bersifat menyenangkan dan dapat berguna untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan oleh si penguat (reinforcer)
2. Negative reinforcement (penguat negatif), suatu bentuk penguat untuk memperkuat perilaku yang diinginkan dengan menghilangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan dan yang melakukan penghilangan adalah individu itu sendiri
3. Punishment (hukuman), sebuah konsekuensi negatif yang diberikan dengan tujuan untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan
1. Positive reinforcement (penguat positif), penguat yang bersifat menyenangkan dan dapat berguna untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan oleh si penguat (reinforcer)
2. Negative reinforcement (penguat negatif), suatu bentuk penguat untuk memperkuat perilaku yang diinginkan dengan menghilangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan dan yang melakukan penghilangan adalah individu itu sendiri
3. Punishment (hukuman), sebuah konsekuensi negatif yang diberikan dengan tujuan untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan
Dalam pengkondisian operan juga terdapat generalisasi, diskriminasi dan pelenyapan. Generalisasi berarti memberi respon yang sama untuk stimuli yang sama. Diskriminasi adalah membedakan diantara stimuli atau kejadian lingkungan. Pelenyapan terjadi saat respon penguat sebelumnya tidak lagi diperkuat dan responnya menurun.
Contoh kasus :
Ketika saya duduk di kelas 1 SMP, saya memiliki teman laki-laki yang sangat nakal dan suka mengganggu anak-anak lain saat sedang belajar. Hal tersebut sangat mengganggu konsentrasi guru saya ketika sedang menerangkan pelajaran sehingga ia memberikan punishment (hukuman) pada teman laki-laki saya tersebut bila dia ketahuan sedang mengusili anak-anak lain yang sedang memperhatikan pelajaran dengan berdiri di depan kelas sampai pelajaran selesai. Hukuman itu sangat membuatnya malu dan ini berlangsung hampir seminggu. Tetapi hasilnya sangat efektif karena keusilan teman saya tersebut lambat laun telah berkurang, yang semula mengganggu semua teman yang disekitarnya, minggu berikutnya dia hanya mengobrol sebatas dengan teman sebangkunya.
Cognitive Approaches
Ketika saya duduk di kelas 1 SMP, saya memiliki teman laki-laki yang sangat nakal dan suka mengganggu anak-anak lain saat sedang belajar. Hal tersebut sangat mengganggu konsentrasi guru saya ketika sedang menerangkan pelajaran sehingga ia memberikan punishment (hukuman) pada teman laki-laki saya tersebut bila dia ketahuan sedang mengusili anak-anak lain yang sedang memperhatikan pelajaran dengan berdiri di depan kelas sampai pelajaran selesai. Hukuman itu sangat membuatnya malu dan ini berlangsung hampir seminggu. Tetapi hasilnya sangat efektif karena keusilan teman saya tersebut lambat laun telah berkurang, yang semula mengganggu semua teman yang disekitarnya, minggu berikutnya dia hanya mengobrol sebatas dengan teman sebangkunya.
Cognitive Approaches
2. Pendekatan Kognitif Sosial
Teori kognitif sosial menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif dan juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Albert Bandura adalah salah satu perancang utama teori kognitif sosial. Dia mengatakan bahwa ketika murid belajar, mereka dapat mempresentasikan atau mentransformasi pengalaman mereka secara kognitif.
Pembelajaran Observasional
Pembelajaran ini juga dinamakan imitasi atau modelling yaitu pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain. Pembelajaran ini dapat terlihat dalam studi boneka Bobo klasik yang dilakukan oleh Bandura. Dalam eksperimennya Bandura mengilustrasikan bagaimana pembelajaran dapat dilakukan hanya dengan mengamati model yang bukan sebagai penguat atau penghukum.
Sejumlah anak taman kanak-kanak secara acak ditugaskan untuk melihat tiga film dimana ada seorang (model) sedang memukuli boneka plastik seukuran orang dewasa yang dinamakan boneka Bobo. Dalam film pertama, penyerangnya diberi permen, minuman ringan dan dipuji karena melakukan tindakan agresif. Dalam film kedua, si penyerang ditegur dan ditampar karena bertindak agresif. Dalam di film ketiga, tidak ada konsekuensi atas tindakan si penyerang boneka. Kemudian masing-masing anak dibiarkan sendiri di dalam sebuah ruangan penuh mainan, termasuk boneka Bobo. Perilaku anak diamati melalui cermin satu arah. Anak yang menonton film pertama dan ketiga dimana penyerang diperkuat atau tidak dihukum apa pun lebih sering meniru tindakan model ketimbang anak yang menyaksikan film kedua yaitu menyaksikan si penyerang dihukum. Poin penting yang pertama dalam studi ini adalah bahwa pembelajaran observasional (modelling) terjadi sama ekstensifnya baik itu ketika perilaku agresif diperkuat maupun tidak diperkuat. Sedangkan poin penting kedua dalam studi ini difokuskan pada perbedaan antara pembelajaran dan kinerja. Karena murid tidak melakukan respon bukan berarti mereka tidak mempelajarinya. Sebab ketika anak yang menonton film pertama, kedua dan ketiga diberi insentif (penguat) berupa stiker dan jus buah agar mereka meniru model, ternyata perbedaan perilaku anak dalam tiga kondisi itu hilang.
Sejumlah anak taman kanak-kanak secara acak ditugaskan untuk melihat tiga film dimana ada seorang (model) sedang memukuli boneka plastik seukuran orang dewasa yang dinamakan boneka Bobo. Dalam film pertama, penyerangnya diberi permen, minuman ringan dan dipuji karena melakukan tindakan agresif. Dalam film kedua, si penyerang ditegur dan ditampar karena bertindak agresif. Dalam di film ketiga, tidak ada konsekuensi atas tindakan si penyerang boneka. Kemudian masing-masing anak dibiarkan sendiri di dalam sebuah ruangan penuh mainan, termasuk boneka Bobo. Perilaku anak diamati melalui cermin satu arah. Anak yang menonton film pertama dan ketiga dimana penyerang diperkuat atau tidak dihukum apa pun lebih sering meniru tindakan model ketimbang anak yang menyaksikan film kedua yaitu menyaksikan si penyerang dihukum. Poin penting yang pertama dalam studi ini adalah bahwa pembelajaran observasional (modelling) terjadi sama ekstensifnya baik itu ketika perilaku agresif diperkuat maupun tidak diperkuat. Sedangkan poin penting kedua dalam studi ini difokuskan pada perbedaan antara pembelajaran dan kinerja. Karena murid tidak melakukan respon bukan berarti mereka tidak mempelajarinya. Sebab ketika anak yang menonton film pertama, kedua dan ketiga diberi insentif (penguat) berupa stiker dan jus buah agar mereka meniru model, ternyata perbedaan perilaku anak dalam tiga kondisi itu hilang.
Model pembelajaran observasional kontemporer Bandura, memfokuskan pada proses spesifik yang terlibat dalam pembelajaran observasional, yaitu :
a. Atensi (perhatian), sebelum murid dapat meniru tindakan model, mereka harus memperhatikan apa yang dilakukan atau dikatakan si model sehingga model harus memiliki sejumlah karakteristik agar dapat diperhatikan oleh murid seperti orang yang hangat, kuat dan ramah. Murid juga lebih mungkin memperhatikan model berstatus tinggi ketimbang model berstatus rendah. Contohnya guru, guru merupakan model berstatus tinggi dimata murid.
b. Retensi, untuk meniru tindakan dari model maka murid harus dapat menyimpannya di dalam ingatan (memori). Retensi murid akan meningkat jika model atau guru memberikan demonstrasi atau contoh yang hidup dan jelas.
c. Produksi, anak mungkin memperhatikan model dan mengingat apa yang mereka lihat, tetapi karena keterbatasan dan kemampuan geraknya, mereka tidak bisa meniru perilaku model. Misalnya seorang anak 13 tahun yang menyaksikan pemain basket Michael Jordan yang melakukan shoot dengan sempurna. Tetapi anak itu tidak mampu meniru apa yang dilakukan model tersebut sehingga diperlukan belajar, berlatih dan berusaha dapat membantu murid untuk meningkatkan kinerja motor mereka.
d. Motivasi, meski anak memperhatikan, mengingat dan memiliki kemampuan untuk dapat meniru tindakan model, tetapi sering kali tidak termotivasi untuk melakukannya. Ini terlihat dalam studi boneka Bobo, anak yang menonton film kedua yaitu melihat model yang dihukum akhirnya tidak meniru tindakan agresif si model. Tetapi setelah mereka diberi insentif (stiker dan jus buah), mereka melakukan apa yang dilakukan model.
a. Atensi (perhatian), sebelum murid dapat meniru tindakan model, mereka harus memperhatikan apa yang dilakukan atau dikatakan si model sehingga model harus memiliki sejumlah karakteristik agar dapat diperhatikan oleh murid seperti orang yang hangat, kuat dan ramah. Murid juga lebih mungkin memperhatikan model berstatus tinggi ketimbang model berstatus rendah. Contohnya guru, guru merupakan model berstatus tinggi dimata murid.
b. Retensi, untuk meniru tindakan dari model maka murid harus dapat menyimpannya di dalam ingatan (memori). Retensi murid akan meningkat jika model atau guru memberikan demonstrasi atau contoh yang hidup dan jelas.
c. Produksi, anak mungkin memperhatikan model dan mengingat apa yang mereka lihat, tetapi karena keterbatasan dan kemampuan geraknya, mereka tidak bisa meniru perilaku model. Misalnya seorang anak 13 tahun yang menyaksikan pemain basket Michael Jordan yang melakukan shoot dengan sempurna. Tetapi anak itu tidak mampu meniru apa yang dilakukan model tersebut sehingga diperlukan belajar, berlatih dan berusaha dapat membantu murid untuk meningkatkan kinerja motor mereka.
d. Motivasi, meski anak memperhatikan, mengingat dan memiliki kemampuan untuk dapat meniru tindakan model, tetapi sering kali tidak termotivasi untuk melakukannya. Ini terlihat dalam studi boneka Bobo, anak yang menonton film kedua yaitu melihat model yang dihukum akhirnya tidak meniru tindakan agresif si model. Tetapi setelah mereka diberi insentif (stiker dan jus buah), mereka melakukan apa yang dilakukan model.
Contoh kasus :
Seorang guru menggunakan model untuk mengembangkan minat siswa pada buku-buku sastra dalam bahasa inggris. Dia duduk di kelas membaca sebuah buku yang menarik ketika siswa masuk kelas. Kadang-kadang dia tertawa, tersenyum, tertawa terbahak-bahak, cemberut, atau menunjukkan tingkah laku yang membuat orang tertarik untuk membaca. Guru memperkuat minat siswa dengan mengatakan kepada siswa tentang buku yang sedang dibacanya dan sedikit membacakan beberapa kalimat yang menarik dan lucu. Dia juga menyuruh siswa untuk menceritakan tentang buku yang pernah dibaca baru-baru ini. Guru bahasa inggris ini tidak hanya berbicara tentang senangnya membaca buku, tetapi mendemonstrasikan kesenangannya itu di muka kelas.
Seorang guru menggunakan model untuk mengembangkan minat siswa pada buku-buku sastra dalam bahasa inggris. Dia duduk di kelas membaca sebuah buku yang menarik ketika siswa masuk kelas. Kadang-kadang dia tertawa, tersenyum, tertawa terbahak-bahak, cemberut, atau menunjukkan tingkah laku yang membuat orang tertarik untuk membaca. Guru memperkuat minat siswa dengan mengatakan kepada siswa tentang buku yang sedang dibacanya dan sedikit membacakan beberapa kalimat yang menarik dan lucu. Dia juga menyuruh siswa untuk menceritakan tentang buku yang pernah dibaca baru-baru ini. Guru bahasa inggris ini tidak hanya berbicara tentang senangnya membaca buku, tetapi mendemonstrasikan kesenangannya itu di muka kelas.
3. Pendekatan Pemrosesan Informasi
Pendekatan pemrosesan informasi merupakan pendekatan kognitif dimana anak mengolah informasi , memonitornya dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan proses berpikir (thinking). Menurut pendekatan pemrosesan informasi, anak-anak berkembang secara berangsur-angsur menambah kemampuan memproses informasi yang mana memberikan mereka pengetahuan dan keterampilan yang kompleks.
Robert Siegler (1998) menggambarkan 3 pokok karakteristik pada pendekatan pemrosesan informasi, yaitu :
a. Thinking (berpikir), adalah pemrosesan informasi. Sebab ketika anak merasa, menyandikan, melambangkan dan menyimpan informasi dari dunia di sekelilingnya mereka sedang melakukan proses berpikir.
b. Change Mechanism (mekanisme pengubah), ada empat mekanisme yang bekerja sama menciptakan perubahan dalam keterampilan kognitif anak, yaitu :
1. Enconding, proses memasukkan informasi kedalam memori.
2. Automaticity, kemampuan untuk memproses informasi dengan sedikit atau tanpa usaha.
3. Strategy contruction, penemuan prosedur baru untuk memproses informasi.
4. Generalization , pengaplikasian strategi pada problem lain. ini dilakukan untuk mendapat manfaat penuh dari strategi baru itu.
c. Self-modification (modifikasi diri), pendekatan pemprosesan informasi kontemporer menyatakan bahwa anak memainkan peran aktif dalam perkembangan mereka. mereka menggunakan pengetahuan dan strategi yang mereka pelajari untuk menyesuaikan respon pada situasi pembelajaran yang baru. Ini dapat dicontohkan dalam metacognition (knowing about knowing) yaitu membantu murid belajar tentang apa itu mengetahui (knowing).
a. Thinking (berpikir), adalah pemrosesan informasi. Sebab ketika anak merasa, menyandikan, melambangkan dan menyimpan informasi dari dunia di sekelilingnya mereka sedang melakukan proses berpikir.
b. Change Mechanism (mekanisme pengubah), ada empat mekanisme yang bekerja sama menciptakan perubahan dalam keterampilan kognitif anak, yaitu :
1. Enconding, proses memasukkan informasi kedalam memori.
2. Automaticity, kemampuan untuk memproses informasi dengan sedikit atau tanpa usaha.
3. Strategy contruction, penemuan prosedur baru untuk memproses informasi.
4. Generalization , pengaplikasian strategi pada problem lain. ini dilakukan untuk mendapat manfaat penuh dari strategi baru itu.
c. Self-modification (modifikasi diri), pendekatan pemprosesan informasi kontemporer menyatakan bahwa anak memainkan peran aktif dalam perkembangan mereka. mereka menggunakan pengetahuan dan strategi yang mereka pelajari untuk menyesuaikan respon pada situasi pembelajaran yang baru. Ini dapat dicontohkan dalam metacognition (knowing about knowing) yaitu membantu murid belajar tentang apa itu mengetahui (knowing).
Contoh kasus :
Masih ingat Car-cep menghapal stuktur akar dan batang di topik Khormophyta di bimbingan dulu menjelang SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru)?
EKor Endo Persis Paha Cambing XyEm, bila diuraikan akan menjadi stuktur akar dan batang dari bagian luar ke bagian dalam yaitu Epidermis, Korteks, Endodermis, Perisikel, Phloem, Cambium, Xylem dan Empelur.
Kita mungkin sampai saat ini masih mengingatnya bagaimana para tentor di bimbingan mengajari kita menghapal stuktur akar dan batang dari bagian terluar ke bagian dalam secara sistematis. Inilah salah satu strategi pendekatan pemprosesan informasi untuk membantu siswa mengingat yaitu dengan menciptakan kata dari huruf pertama item yang akan diingat.
Masih ingat Car-cep menghapal stuktur akar dan batang di topik Khormophyta di bimbingan dulu menjelang SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru)?
EKor Endo Persis Paha Cambing XyEm, bila diuraikan akan menjadi stuktur akar dan batang dari bagian luar ke bagian dalam yaitu Epidermis, Korteks, Endodermis, Perisikel, Phloem, Cambium, Xylem dan Empelur.
Kita mungkin sampai saat ini masih mengingatnya bagaimana para tentor di bimbingan mengajari kita menghapal stuktur akar dan batang dari bagian terluar ke bagian dalam secara sistematis. Inilah salah satu strategi pendekatan pemprosesan informasi untuk membantu siswa mengingat yaitu dengan menciptakan kata dari huruf pertama item yang akan diingat.
4. Pendekatan Konstruktivis Kognitif
Pendekatan konstruktivis kognitif merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan konsep dalam belajar yaitu berupa kategori-kategori yang mengelompokkan objek, kejadian dan karakteristik berdasarkan properti umum. Konsep merupakan elemen dari kognisi yang membantu menyederhanakan dan meringkas informasi.
Konsep dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Konsep konkret adalah suatu pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep ini mewakili golongan benda tertentu, meja, kursi, lemari, dan sebagainya ; golongan sifat tertentu, warna, sifat, bentuk, dan sebagainya ; golongan perbuatan tertentu, duduk, lari, meloncat, dan sebagainya.
b. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi bukan lingkungan hidup fisik. Misalnya lingkaran adalah garis yang berbentuk bundar yang mempunyai jari-jari yang sama panjang.
a. Konsep konkret adalah suatu pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep ini mewakili golongan benda tertentu, meja, kursi, lemari, dan sebagainya ; golongan sifat tertentu, warna, sifat, bentuk, dan sebagainya ; golongan perbuatan tertentu, duduk, lari, meloncat, dan sebagainya.
b. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi bukan lingkungan hidup fisik. Misalnya lingkaran adalah garis yang berbentuk bundar yang mempunyai jari-jari yang sama panjang.
Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu murid mengenali dan membentuk konsep yang efektif, yaitu :
1. Mempelajari ciri-ciri konsep, ini merupakan aspek penting dari pembentukan konsep adalah dengan mempelajari ciri utamanya, atributnya atau karakteristiknya. Ini merupakan elemen pendefinisi suatu konsep yaitu dimensi yang membuatnya berbeda dari konsep lain.
2. Mendefinisikan konsep dan memberi contoh, ini merupakan aspek penting kedua dari pengajaran konsep yaitu mendefinisikan secara jelas dan memberi contoh yang cermat. The rule–example strategy adalah cara yang efektif untuk menerangkannya, yaitu :
a. Mendefinisikan konsep, yaitu menghubungkan konsep dengan konsep yang cakupannya lebih luas dimana konsep tersebut bisa masuk ke dalamnya.
b. Jelaskan istilah-istilah dalam definisi konsep, kita harus memastikan bahwa ciri atau karakteristik utamanya bisa dipahami dengan baik.
c. Beri contoh untuk mengilustrasikan ciri utamanya, memberi penjelasan dan contoh dari suatu konsep adalah strategi yang baik untuk mengajarkan pembentukan konsep.
d. Memberi contoh tambahan, yaitu dengan menyuruh murid untuk membuat contoh konsep sendiri agar murid melakukan kategorisasi dan menjelaskan kategorinya.
1. Mempelajari ciri-ciri konsep, ini merupakan aspek penting dari pembentukan konsep adalah dengan mempelajari ciri utamanya, atributnya atau karakteristiknya. Ini merupakan elemen pendefinisi suatu konsep yaitu dimensi yang membuatnya berbeda dari konsep lain.
2. Mendefinisikan konsep dan memberi contoh, ini merupakan aspek penting kedua dari pengajaran konsep yaitu mendefinisikan secara jelas dan memberi contoh yang cermat. The rule–example strategy adalah cara yang efektif untuk menerangkannya, yaitu :
a. Mendefinisikan konsep, yaitu menghubungkan konsep dengan konsep yang cakupannya lebih luas dimana konsep tersebut bisa masuk ke dalamnya.
b. Jelaskan istilah-istilah dalam definisi konsep, kita harus memastikan bahwa ciri atau karakteristik utamanya bisa dipahami dengan baik.
c. Beri contoh untuk mengilustrasikan ciri utamanya, memberi penjelasan dan contoh dari suatu konsep adalah strategi yang baik untuk mengajarkan pembentukan konsep.
d. Memberi contoh tambahan, yaitu dengan menyuruh murid untuk membuat contoh konsep sendiri agar murid melakukan kategorisasi dan menjelaskan kategorinya.
3. Peta konsep, ini merupakan presentasi visual dari koneksi konsep dan organisasi hirearkis konsep. Salah satu contoh peta konsep adalah bagan keorganisasian yaitu ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, seksi-seksi, dan lainnya.
4. Menguji hipotesis, ini dilakukan agar murid mengerti dalam menyusun aturan tentang mengapa beberapa objek masuk ke dalam suatu konsep, sedang objek lainnya tidak.
5. Penyesuaian prototipe, adalah proses dimana individu memutuskan apakah suatu item termasuk anggota dari suatu kategori dengan membandingkannya dengan item yang paling khas dari kategori itu.
4. Menguji hipotesis, ini dilakukan agar murid mengerti dalam menyusun aturan tentang mengapa beberapa objek masuk ke dalam suatu konsep, sedang objek lainnya tidak.
5. Penyesuaian prototipe, adalah proses dimana individu memutuskan apakah suatu item termasuk anggota dari suatu kategori dengan membandingkannya dengan item yang paling khas dari kategori itu.
Contoh kasus :
Saat di sekolah dasar, guru geografi saya meminta agar seluruh siswa menggambarkan peta Indonesia beserta simbol-simbolnya berdasarkan apa yang telah diajarkan. Saya kemudian menggambarkan peta Indonesia dengan 5 pulau besar yaitu Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Irian Jaya. Kemudian saya mewarnai daerah di luar pulau dengan warna biru dan bagian dalam pulau dengan warna hijau dan coklat. Saya mewarnai daerah di luar pulau dengan warna biru karena warna biru merupakan simbol warna air yang berarti saya telah mengerti bahwa daerah di luar pulau adalah kawasan berair yaitu samudera. Sedangkan warna hijau dan coklat merupakan indikator dari warna hutan dan daratan. Ini dapat saya lakukan karena adanya pembelajaran konsep dari apa yang telah saya terima dari guru ataupun buku yaitu mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman.
Saat di sekolah dasar, guru geografi saya meminta agar seluruh siswa menggambarkan peta Indonesia beserta simbol-simbolnya berdasarkan apa yang telah diajarkan. Saya kemudian menggambarkan peta Indonesia dengan 5 pulau besar yaitu Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Irian Jaya. Kemudian saya mewarnai daerah di luar pulau dengan warna biru dan bagian dalam pulau dengan warna hijau dan coklat. Saya mewarnai daerah di luar pulau dengan warna biru karena warna biru merupakan simbol warna air yang berarti saya telah mengerti bahwa daerah di luar pulau adalah kawasan berair yaitu samudera. Sedangkan warna hijau dan coklat merupakan indikator dari warna hutan dan daratan. Ini dapat saya lakukan karena adanya pembelajaran konsep dari apa yang telah saya terima dari guru ataupun buku yaitu mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman.
5. Pendekatan Konstruktivis Sosial
Pendekatan konstruktivis sosial adalah pendekatan yang menekankan konteks sosial pada pembelajaran dan pengetahuan untuk saling membangun dan menyusun. Keterlibatan dengan orang lain dalam konteks sosial memberikan kesempatan pada murid dalam mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman mereka saat mereka bertemu dengan pemikiran orang lain dan saat mereka berpatisipasi dalam pencarian pemahaman bersama. Pendekatan ini memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran murid.
Dalam pendekatan konstruktivis kognitif Piaget ditekankan bahwa murid mengkonstruksi pengetahuan dengan mentransformasikan, mengorganisasikan dan guru diharuskan memberi dukungan bagi murid untuk mengekplorasi dan mengembangkan pemahaman. Sedangkan dalam pendekatan konstruktivis sosial menekankan bahwa murid mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain dan guru diharuskan menciptakan banyak kesempatan pada murid untuk belajar dengan guru dan teman sebaya dalam mengkonstruksi pengetahuan bersama.
Asumsi penting dari pendekatan konstruktivis sosial adalah situated cognition yang menyatakan bahwa pengetahuan dilekatkan dan dihubungkan pada konteks dimana pengetahuan tersebut dikembangkan.
Berikut 3 program konstruktivis sosial dalam upaya menantang murid memecahkan problem dunia nyata dan mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep, yaitu :
a. Fostering a community of learners, program yang mendorong anak melakukan refleksi dan diskusi dengan menggunakan orang dewasa sebagai model peran, anak mengajar anak dan konsultasi komputer online.
b. Schools for thought, program yang mengkombinasikan aspek The Jasper project, Fostering a Community of Learners (FCL) dan Computer Supported Intentional Learning Enviroment (CSILE) yaitu penggunaan teknologi untuk mendobrak isolasi kelas tradisional dengan mendorong murid untuk berkomunikasi secara elektronik dengan komunitas pembelajar di luar dinding kelas.
c. Sekolah kolaboratif orang tua-guru dimana anak biasanya belajar dalam kelompok kecil selama jam sekolah, bersama-sama membuat keputusan dengan teman, memberi kontribusi pada bimbingan orang tua dan memperlakukan orang lain sebagai sumber bantuan.
a. Fostering a community of learners, program yang mendorong anak melakukan refleksi dan diskusi dengan menggunakan orang dewasa sebagai model peran, anak mengajar anak dan konsultasi komputer online.
b. Schools for thought, program yang mengkombinasikan aspek The Jasper project, Fostering a Community of Learners (FCL) dan Computer Supported Intentional Learning Enviroment (CSILE) yaitu penggunaan teknologi untuk mendobrak isolasi kelas tradisional dengan mendorong murid untuk berkomunikasi secara elektronik dengan komunitas pembelajar di luar dinding kelas.
c. Sekolah kolaboratif orang tua-guru dimana anak biasanya belajar dalam kelompok kecil selama jam sekolah, bersama-sama membuat keputusan dengan teman, memberi kontribusi pada bimbingan orang tua dan memperlakukan orang lain sebagai sumber bantuan.
Contoh kasus :
Saat di perkuliahan mata kuliah Kepribadian I Fakulatas Psikologi Univ. Sumatera Utara dilakukan presentasi untuk setiap topik yang akan dibahas. Presentasi tersebut dibawa oleh mahasiswa dari awal hingga akhir sedangkan dosen duduk dibarisan belakang mengamati forum. Namun ketika sesi pertanyaan dibuka, banyak mahasiswa yang bertanya hingga terkadang terjadi debat panas yang melenceng. Kemudian disinilah dosen berperan dan memberikan kami kelurusan pemahaman. Hal ini terus berulang bila dalam sesi tanya jawab terjadi perdebatan. Dari situasi ini dapat dilihat bahwa terjadi interaksi sosial dan pengkonstruksian pengetahuan bersama antar mahaasiswa karena mahasiswa saling mentransfer pengetahuan dan pengkonstruksian pemahaman bersama dosen.
Saat di perkuliahan mata kuliah Kepribadian I Fakulatas Psikologi Univ. Sumatera Utara dilakukan presentasi untuk setiap topik yang akan dibahas. Presentasi tersebut dibawa oleh mahasiswa dari awal hingga akhir sedangkan dosen duduk dibarisan belakang mengamati forum. Namun ketika sesi pertanyaan dibuka, banyak mahasiswa yang bertanya hingga terkadang terjadi debat panas yang melenceng. Kemudian disinilah dosen berperan dan memberikan kami kelurusan pemahaman. Hal ini terus berulang bila dalam sesi tanya jawab terjadi perdebatan. Dari situasi ini dapat dilihat bahwa terjadi interaksi sosial dan pengkonstruksian pengetahuan bersama antar mahaasiswa karena mahasiswa saling mentransfer pengetahuan dan pengkonstruksian pemahaman bersama dosen.
6. Pendekatan Humanistik
Pendekatan humanistik adalah pendekatan pembelajaran yang menunjukkan bahwa belajar dipengaruhi oleh bagaimana siswa-siswa berpikir dan bertindak. Ahli-ahli teori humanistik menemukan bahwa tingkah laku individu pada mulanya ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, dan individu bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang dikatakan oleh ahli teori tingkah laku, melainkan langsung dari dalam (internal), bebas memilih, dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi diri (self-actualization) atau memenuhi potensi keunikan mereka sebagai manusia.
Dalam perspektif humanistik, pendidik diharapkan memperhatikan pendidikan agar lebih responsif terhadap kebutuhan kasih sayang (affective) siswa yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan emosi, perasaan, nilai, sikap dan moral.
Berikut prinsip-prinsip belajar humanistik dari sudut pandang Rogers (ahli psikologi yang mencetuskan teori humanistik; 1969, 1983), yaitu :
1. Keinginan untuk belajar (The Desire to Learn)
Keinginan untuk belajar ini dapat kita lihat dengan memperhatikan keingintahuan yang sangat dari seorang anak ketika dia menjelajahi (meng-explore) lingkungannya. Dalam humanistik, anak diberi kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka, untuk mengikuti minat mereka yang tak bisa dihalangi, untuk menemukan diri mereka sendiri, serta apa yang penting dan berarti tentang dunia yang mengelilingi mereka.
2. Belajar secara signifikan (Significant Learning)
Jika siswa belajar dengan baik dan paling cepat, humanis menganggap ini adalah belajar secara signifikan, yang terjadi ketika belajar dirasakan relevan terhadap kebutuhan dan tujuan siswa.
3. Belajar tanpa ancaman (Learning without Threat)
Proses belajar dipertinggi ketika siswa dapat menguji kemampuan mereka, mencoba pengalaman baru, bahkan membuat kesalahan tanpa mengalami sakit hati karena kritik dan celaan.
4. Belajar atas inisiatif sendiri (Self-initiated Learning)
Belajar atas inisiatif sendiri dapat mengajar siswa untuk mandiri dan percaya diri. Siswa mempunyai kesempatan untuk membuat pertimbangan, pemilihan dan penilaian ketika mereka belajar atas inisiatif sendiri. Dan mereka menjadi lebih tergantung pada diri mereka sendiri dan kurang tergantung pada penilaian orang lain.
5. Belajar dan berubah (Learning and Change)
Rogers mengindentifikasi bahwa belajar yang paling bermanfaat adalah belajar tentang proses belajar. Karena sekarang perubahan telah menjadi fakta hidup. Belajar seperti waktu yang lalu tidak cukup lama untuk memungkinkan seseorang akan sukses dalam dunia modern. Sehingga yang dibutuhkan sekarang menurut Rogers adalah individu yang mampu belajar dalam lingkungan yang berubah.
1. Keinginan untuk belajar (The Desire to Learn)
Keinginan untuk belajar ini dapat kita lihat dengan memperhatikan keingintahuan yang sangat dari seorang anak ketika dia menjelajahi (meng-explore) lingkungannya. Dalam humanistik, anak diberi kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka, untuk mengikuti minat mereka yang tak bisa dihalangi, untuk menemukan diri mereka sendiri, serta apa yang penting dan berarti tentang dunia yang mengelilingi mereka.
2. Belajar secara signifikan (Significant Learning)
Jika siswa belajar dengan baik dan paling cepat, humanis menganggap ini adalah belajar secara signifikan, yang terjadi ketika belajar dirasakan relevan terhadap kebutuhan dan tujuan siswa.
3. Belajar tanpa ancaman (Learning without Threat)
Proses belajar dipertinggi ketika siswa dapat menguji kemampuan mereka, mencoba pengalaman baru, bahkan membuat kesalahan tanpa mengalami sakit hati karena kritik dan celaan.
4. Belajar atas inisiatif sendiri (Self-initiated Learning)
Belajar atas inisiatif sendiri dapat mengajar siswa untuk mandiri dan percaya diri. Siswa mempunyai kesempatan untuk membuat pertimbangan, pemilihan dan penilaian ketika mereka belajar atas inisiatif sendiri. Dan mereka menjadi lebih tergantung pada diri mereka sendiri dan kurang tergantung pada penilaian orang lain.
5. Belajar dan berubah (Learning and Change)
Rogers mengindentifikasi bahwa belajar yang paling bermanfaat adalah belajar tentang proses belajar. Karena sekarang perubahan telah menjadi fakta hidup. Belajar seperti waktu yang lalu tidak cukup lama untuk memungkinkan seseorang akan sukses dalam dunia modern. Sehingga yang dibutuhkan sekarang menurut Rogers adalah individu yang mampu belajar dalam lingkungan yang berubah.